Minggu, 21 Juli 2013

KHIDMAT ILMIAH MANAQIB BULAN RABIUL AWWAL 1434 H Oleh : K.H. Wahfiudin, MBA


 

KHIDMAT ILMIAH MANAQIB BULAN RABIUL AWWAL 1434 H
Oleh : K.H. Wahfiudin, MBA
(Rabu, 11 Rabiul Awwal 1434 H / 23 Januari 2013 M)
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.
Wabihii nasta’iinu ‘alaa umuuridunya waddin
Asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahuu laasyariikalah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh laa nabiyya ba’dah.
Hadirin hamba Allah yang mulia umat Nabi Muhammad Saw yang berbahagia, khususnya Keluarga Abah Sepuh dan Keluarga Abah Anom, Para Wakil Talqin, Para Mubaligh, Para Pengurus Yayasan Serba Bakti dari Pusat sampai Perwakilan, Para Pengurus Ibu-ibu Bella, Para Ustadz/Ustadzah, semua yang kami cintai yang hadir di dalam masjid, di luar masjid maupun yang mendengar melalui radio dan streaming internet.
Bahagia sekali kita rasanya hari ini manaqib jatuh juga di bulan Rabiul Awal, kita kenang Nabi Muhammad Saw. Beliau yang tubuhnya/basharnya terkubur di kota Madinah , tetapi ruhnya masih bisa hadir di tengah-tengah kita.
Suatu hari Rasulullah Saw. nampak keluar rumah begitu ceria. Sahabat Nabi bertanya, ada apa Ya Rasulullah pagi-pagi sudah begitu ceria ? Aku baru saja kedatangan utusan Allah (maksudnya Jibril) yang berkata : “Ketika seseorang bersolawat untukmu satu kali maka Allah akan bersholawat untuk orang itu sepuluh kali”. Maka rasulullah begitu senang. Kita ini umatnya tiap-tiap kita menunjukkan sikap hormat kepada Rasulullah dengan mengucapkan “Allahumma sholli wa sallim ‘alaa sayidina Muhammad” maka Allah pun akan bersolawat memuji kita, mengangkat derajat dan martabat kita sepuluh kali lipatnya. Enak jadi umat Nabi Muhammad Saw.
Suatu hari Rasulullah sudah sakit begitu payah bahkan untuk jalan ke masjid di sebelah rumahnyapun Beliau tidak mampu lagi, Fatimah Putri Beliau dan Sayidina Ali mendampingi. Terdengar suara pintu diketuk, Fatimah keluar membuka pintu. Ada seseorang yang ingin berjumpa Rasul, tapi Fatimah katakan : Ayahku sedang sakit payah bagaimana lain kesempatan saja dan orang itu pun pergi, Fatimah menutup pintu. Fatimah kembali ke sisi Rasul, dan Rasul bertanya : Wahai Fatimah siapa yang datang barusan mengetuk pintu. Entahlah Ayah orang yang tidak pernah ku kenal, ia sangat ingin berjumpa ayah. Nabi sudah tahu dan Nabi berkata : “Wahai Fatimah sesungguhnya yang datang barusan adalah dia yang akan memisahkan manusia dari kenikmatan hidup dunia ini, dialah Ijrail pencabut ruh”. Begitu dikatakan dialah Ijrail pencabut ruh, Ijrail pun sudah hadir di sisi nabi mengucapkan salam kepada Nabi, Nabi menjawab dan bertanya : dengan siapa kau datang ? mana jibril yang biasanya sering datang menjumpai aku ? apakah jibril sudah tidak suka lagi berjumpa lagi dengan aku? Ijrail berkata : Jibril sedang berada di perbatasan langit bersama seluruh malaikat menyiapkan penyambutan untukmu Ya Rasulullah.
Jadi Rasulullah Saw sudah akan dijemput oleh Ijrail dibawa menghadap kehadirat Allah. Maka Rasul bertanya, kalau memang sudah saatnya aku akan dibawa menghadap Allah apa jaminannya bahwa memang tugasku ini sudah selesai ? Ijrail mengakatakan : “Untukmu Ya rasulullah sudah kulihat ada kebun-kebun surga yang luas yang disiapkan sebagai balasan bagimu”, tapi Nabi menjawab kalau surga untukku tidak aku risaukan, tidak aku fikirkan. Aku dihadirkan ke muka bumi untuk menyelamatkan umat manusia, apa jaminannya bahwa tugasku menyelamatkan ini sudah selesai ? apa jaminannya bahwa umat ini akan selamat sehingga tugasku dianggap selesai ?. Aku harus tanya dulu ke Allah, Ijrail menghadap Allah dan turun membawa jawaban. Aku sudah dapat jawaban, engkau sudah akan ditarik dari peredaran di muka bumi, engkau sudah akan dipanggil menghadap Allah, tugasmu dianggap selesai dan jaminannya adalah setelah kiamat nanti tidak akan ada manusia yang masuk surga kecuali seluruh umat Muhammad Saw. sudah masuk surga, tugasmu sudah selesai. Siapapun orang yang mengikuti ajaranmu maka seluruh umat Muhammad Saw akan masuk surga dan barulah umat nabi-nabi yang lain akan masuk surga. Setelah mendapat jaminan seperti itu maka Rasulullah Saw berkata, kalau begitu sekarang cabut ruhku dan Ijrailpun mencabut ruh Rasulullah Saw. Fatimah melihat dan menceritakan saat ruh dicabut kaki Nabi bergetar, Sayidina Ali melihat mulut Nabi bergetar seperti akan mengucapkan sesuatu, maka aku mendekatkan telingaku ke mulut Nabi dan ternyata Nabi memang menyampaikan pesan terakhir “iyyakum washolat” Jaga sholatmu 3x dan juga orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabmu. "Ummati" 3x dan Nabi pun wafat.
Saudara-saudara sekalian, Rasulullah Saw sebagai bashar, sebagai tubuh biologis, sebagai manusia mati, badannya mati dan terkubur, tapi ruhnya dibawa menghadap Allah. Tapi jangan lupa Rasulullah saw juga pernah berpesan “maa min muslim yushollim ‘alaiya ila rodallohu ‘alayya ruuhi hatta rudda ‘alaihis salam“ (tidak lah seorang muslim mengucapkan salam kepada Allah untuk ku kecuali saat itu juga Allah akan mengembalikan ruhku kemuka bumi dan aku akan menjawab salam orang itu). Sahabat nabi agak bingung dan bertanya, “waqod arimta” ruhmu nanti dikembalikan ke muka bumi, tapi tubuhmu sudah hancur busuk dimakan bumi mau kembali kemana ? Nabi menjawab “innallooha qod harroma ‘alal ard anta kulla asyadda anbiya” (sesunguhnya Allah telah mengharamkan bumi untuk memakan tubuh para Nabi). Jadi Rasulullah Saw yang menjadi jaminan kita bahwa dengan menjadi ummat Muhammad saw kita semua akan masuk surga, setelah badan beliau mati pun ruh beliau masih bisa hadir/dihadirkan kemuka bumi untuk menjawab salam orang-orang yang mengucapkan salam kepadanya. Kitapun diajarkan oleh Beliau, ketika memasuki pekuburan untuk mengucapkan salam “assalamu’alaikum yaa ahlad yaarolmuslimin”. assalam = salam, ‘alaa=untuk, kum=kamu “salam untukmu”, nabi tidak gunakan “him” “assalamu’alaihim” salam untuk mereka. Kalau mereka entah dimana, tapi nabi memasuki pekuburan nabi ucapkan “assalamu’alakum” salam untukmu. “maa min muslim yamurro ‘alaa qobri akhihi kaana ya’rifu fiddunya wa yushollim ‘alai illa rodhollohu ‘alaihi ruhahu hatta yarudda ‘alaihissalam”, ketika seorang muslim mendatangi kubur saudaranya lalu dia ucapkan salam maka Allah mengembalikan ruh dari saudaranya itu dan itu ruh menjawab salam orang yang ziarah kepada dia. Maka Nabi mendatagi kuburan mengajarkan kepada kita assalamu’alaikum salam untukmu bukan assalamu’alaihim bukan salam unruk mereka. Dan tiap-tiap kita mendatangi ziarah ke kubur Abah Sepuh, ke kubur Abah Anom kita ucapkan salam, beliau-beliau itupun ruhnya dihadirkan dan menjawab salam kita. Rasulullah kita ucapkan salam sholawat, ruh beliau dihadirkan dan beliau akan menajawab salam kita.
Kita tahu kisruhnya Jakarta pada saat reformasi tahun 1998, menjelang sidang umum MPR tahun 1999 lebih gawat lagi karena berbagai kekuatan siluman sudah siap-siap dengan berbagai pasukannya. Saat itu jam 2 pagi saya lari dengan mobil ke Suryalaya tiba disini jam 7 pagi, jumpa dengan Abah. Abahpun bertanya apa kabar jakarta, saya jelaskan situasi politik, situasi keamanan,semua yang saya dapat dari berbagai jamaah, dari teman-teman para perwira tinggi saya ceritakan, situasi betul-betul gawat. Abah waktu itu air mukanya/wajahnya tenang saja tidak ada gusar, tidak ada rasa takut, tidak ada rasa apa-apa, sampai-sampai saya berfikir Abah ngerti ga sih situasi gawat kaya begini ?, jangan-jangan kan sudah terlalu tua ga ngerti juga persoalan politik, sampai begitu saya.Tapi Abah tenang saja. Ya sudah, ayo makan dulu. Diajak makan sambil makan berdampingan, lalu karena penasaran tidak dapat juga arahan saya bertanya lalu apa yang harus kita perbuat oleh para ikhwan TQN ini dalam situasi seperti ini. Abah dengan tenang menjawab, masing-masing ada tugasnya kita orang dzikir ya dzikir saja, tapi kan situasi gawat harus ada dong yang melakukan pencegahan-pencegahan situasi menjadi lebih buruk ?, Abah bilang: kan ada Rijalul ghoib. Apa itu rijalul ghoib?, Abah menjelaskan. Jadi memang dalam kehidupan sehari-hari selain manusia-manusia fisik, manusia-manusia ruhaniah yang kita lihat badannya ini ada hal-hal yang rohaniyah, makhluk-makhluk rohaniayah.Bisa jadi itu paramalaikat, bisa jadi itu ruh arwah para auliya allah, mereka pun bekerja. Jadi memang kita harus membalik pemahaman kita karena selama ini kita menganggap kalau tubuh kita, diri kita cuma badan, setelah mati badan ini busuk, hancur, musnah, maka dengan kematian badan menjadi musnah, selesai. Ternyata tidak, yang mati adalah badan,bashar, tubuh kita bisa jadi busuk, musnah tapi ruh tidak dan khusus ruh para Nabi, ruh para Auliya Allah, ruh para Sholihin, ruh mereka pun masih sering dihadirkan kemuka bumi untuk menjalankan tugas-tugas sebagai rijalul ghoib. Situasi yang sudah begitu gawat menjelang sidang umum MPR tahun 1999, Abah bilang ada rijalul ghaib, dan saya kembali ke Jakarta. Saya menyaksikan di jalan-jalan situasi yang tadinya begitu gawat, tiba-tiba seperti bara disiram oleh air, maka sidang umum MPR tahun 1999 tidak ada hal yang berarti sama sekali. Saya terkagum-kagum sekali dengan Abah, betul rupanya.
Jangan dikatakan orang-orang yang berada dijalan Allah itu setelah badannya mati maka dia mati, tidak berfungsi lagi, badan mati arwahnya masih efektif berperan. Rasulullah saw sampai sekarang masih bisa menjadi wasilah bagi kita, kita memohon kepada Allah melalui Rasulullah, Rasulullah membantu menyampaikan permohonan itu kepada Allah. Bagitu pula arwah para Nabi, arwah para Auliya Allah, arwah para Ulama, arwah para Sholihin, arwah para Mujahidin, mereka masih sering dihadirkan ke muka bumi dan masih efektif. Efektif itu artinya masih berguna, masih bisa mendatangkan manfaat dari kerjanya. Bahwa kitapun harus terus bekerja, itu memang betul karena masing-masing ada kerjanya.
Abah Anom sudah wafat tahun 2011 tanggal 5 september Beliau mursyid kita, basharnya/tubuhnya mati, kita antarkan, kita kuburkan, tapi ruh Beliau masih sering hadir. Saya mau tanya, bapak/ibu hadirin sekalian, masih sering merasakan tidak, kehadiran Abah Anom ? Masih sering merasakan tidak, asuhan pengayoman Beliau ? Banyak ikhwan/akhwat cerita dalam situasi-situasi tertentu Abah muncul, Abah memberikan bantuan keterlibatan dan segala macam. Maka beliau Mursyid kita setelah basharnya mati, sesungguhnya Beliau masih menjalankan perannya sebagai Mursyid. Memang beliau meninggalkan wasiat, wasiatnya tertulis ditandatangani tahun 1998 yang dalam wasiat itu yang kita kenal dengan Surat Pernyataan (Maklumat) : “Saya KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin sebagai guru mursyid TQN dan sebagai sesepuh Pontren Suryalaya”, jadi ketika menuliskan itu beliau menggunakan 2 jabatan beliau sebagai Guru Mursyi dan sebagai Sesepuh Pesantren. Dengan ini menyatakan dan menunjuk :
1. KH. Noor Anom Mubarok, BA
2. KH. Zaenal Abidin Anwar
3. H. Dudun Noorsaiduddin
Sebagai Pengelola Pesantren Suryalaya”. Jadi tiga orang itu disebut dalam wasiat Abah Anom itu sebagai Pengelola Pesantren Suryalaya, tidak ada kata-kata ketiga orang itu disebut sebagai Mursyid, tidak disebut oleh abah. Maka ketiga orang itu bukan mursyid, tapi ada alinea berikutnya yang menyatakan :”Maka dengan adanya Surat Pernyataan ini kepada seluruh Pimpinan Lembaga termasuk para Mubaligh dan Wakil Talqin yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya, apabila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijakan lembaga, fisik bangunan, pendidikan dan pengajaran, dan pembinaan ikhwan TQN Pontren Suryalaya supaya berkonsultasi dengan nama-nama tersebut”. Tiga orang itu memang bukan mursyid, tapi ada pesan juga dari Abah Anom supaya berkonsultasi dalam soal-soal yang luas, khususnya soal ke-TQN-an kepada tiga orang itu.
Jadi kalau Abah mengeluarkan wasiat tertulis wajib kita taati, tiga orang itu lalu disebut Pengemban Amanah, taati. Malam ke 40 hari setelah Abah Anom wafat, para Wakil Talqin kumpul dan ketika dibacakan itu, semua Wakil Talqin sepakat : Setelah Abah Anom wafat, maka kita taati tiga orang itu. Yang waktu itu H. Dudun sudah wafat lebih dulu jadi tinggal dua orang. Dua orang itu kita disepakati, kita sebut oleh para Wakil Talqin disebut sebagai Pengemban Amanah, taati. Taat kepada beliau,apakah beliau dua orang itu jadi mursyid ? bukan! Abah Anom tidak menyebut beliau sebagai mursyid, tapi Abah Anom dalam wasiatnya pun berpesan supaya semua berkonsultasi kepada dua orang itu. Jadi kita taat kepada Abah Anom, kita taat kepada kedua orang itu. Ada juga sebagian orang berfikir, kalau Abah Anom tidak menunjuk mursyid, lalu siapa mursyid ? Kenapa susah-sudah? Mursyid masih tetap dipegang oleh Abah Anom. Kenapa Abah Anom, persoalan segini penting, persoalan segini genting, Abah Anom tidak meninggalkan wasiat tentang kemursyidan ?, padahal jelas-jelas ketika akan membuat Maklumat itu dibagian atas beliau menuliskan saya KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin selaku Guru Mursyid, selaku Sesepuh Pesantren menganggkat tiga orang ini untuk memimpin pesantren, kenapa tidak angkat saja ketiga orang ini sebagai mursyid ? beliau juga sudah mursyid ?. Yang jelas, pasti Abah Anom tahu persis, urusan mursyid itu urusan Allah, urusan langit, maka Abah Anom pun tidak mengangkat Mursyid. Kemursyidan itu urusan langit, tapi kepemimpinan harus ada, maka Abah Anom tetapkan tiga orang itu sebagai Pengemban Amanah, bukan mursyid. Lalu kalau begitu kita sepelekan? tidak juga karena ada pesan di alinea kedua dari Abah Anom untuk urusan-urusan tentang Thareqat konsultasi pada tiga orang itu. Tapi kan tiga orang itu sekarang tinggal satu, bagaimana kalau habis semua?. Jangan tanya bagaimana-bagaimana, itu urusan langit ? tunggu saja nanti, tapi yang jelas kan masih ada sekarang, taati saja yang ada, amalkan saja. Kalau terlalu cepat terburu-buru offsite (keluar jalur) kita. Wasiatnya ada jelas, disuruh konsultasi, taati. Ya tapi kan kita memerlukan mursyid yang masih hidup? Saya mau tanya, siapa sih yang hadir disini yang sudah merasa Abah Anom bukan mursyid lagi sekarang ini ? sehingga merasa memerlukan mursyid lain?.Yang merasa Abah Anom sudah bukan mursyid lagi saat ini, sehingga merasa perlu mencari mursyid lain, tunjuk tangan. Yang sudah menganggap Abah Anom dengan matinya tubuh beliau dengan ruhnya dibawa ke alam barzah, maka Abah Anom dianggap tidak bisa lagi membimbing kita selaku murid, siapa yang menganggap seperti itu? Hati-hati!. Ketika Beliau masih berperan sebagai mursyid karena beliau belum/tidak turunkan perintah, tidak delegasikan kemursyidan itu, tapi kita mengatakan beliau sudah tidak efektif lagi, beliau sudah tidak bisa memainkan peran sebagai mursyid lagi. Ketika ada keyakinan seperti itu pada diri kita, itu sama juga kita sudah menggunting/memutuskan robithoh kita kepada beliau. Ada saja keyakinan seperti itu, oh... kita perlu mursyid yang masih hidup, kenapa? karena Abah Anom sudah mati, Abah Anom sudah wafat, kalau sampai muncul keyakinan seperti itu, kita sudah menggunting/memutuskan robithoh kita kepada beliau. Karena itu, ayo cari!, silahkan cari. Cari kalau dapat, belum tentu dapat yang ada sudah diputuskan, masya allah!. Yang pasti dibuang, yang pasti digunting, yang sudah pasti diputus, mencari yang masih penuh kontroversi, apa ga bodoh kita seperti itu?. Memang ada berkembang seperti itu, pokoknya karena Abah Anom sudah mati, sudah wafat, kita harus cari mursyid yang masih hidup. Oh... berarti kau menganggap Abah Anom sudah tidak bermain lagi ya? Sudah tidak bisa berperan lagi ? dianggap sudah mati ?. Yang mati itu badannya/basharnya, ruh masih main, masih efektif. Apa sudah tidak kamu rasakan itu, sehingga sekarang kamu tinggalkan, kamu mencari yang lain padalah yang lain pun dari mana kamu tahu itu memang wali mursyid, dari mana kamu tahu yang lain itu memang mursyid yang legitimate, yang ottentik, yang sah,belum tentu. Sementara yang masih pasti sudah kamu putus, sudah kamu gunting. Hati-hati!.
Saudara-saudara sekalian, tetapi namanya juga keyakinan orang. Bagaimana kita bisa nyetel keyakinan orang. Kalau kita coba nyetel keyakinan orang, kita tidak sanggup. Sebagian memang mengutip kitab ini, kitab itu, bahwa kalau mursyid sudah wafat kita harus mencari mursyid yang masih hidup, ya kitab kan juga pendapat orang kan ? artinya masih berpendapat begitu segala macam, oke itu keyakinan. Silahkan, silahkan.
Pak! Saya tetap berkeyakinan, setelah mursyid kita mati badannya, wafat ruhnya, maka saya harus mencari mursyid lain yang masih hidup, itu keyakinan saya, prinsip tidak bisa diubah. Yaa.. kalau sudah keyakinanmu begitu saya juga tidak bisa ikut campur. Tapi saya masih ingin bertanya, kalaupun kita harus mencari mursyid lain, musyrid yang waliyullah bukan mursyid sekedar mursyid-mursyid-an atau meskipun namanya mursyidi, jadi mursyid yang waliyalloh itu yang dicari. Kalaupun harus cari, kira-kira bagaimana nyarinya ?. Saya bilang “laa ya’riful wali illal wali” (bagaimana kita tahu seseorang itu mursyid yang wali kalau kita sendiri bukan wali. Hanya wali yang bisa tahu wali), tapi kita kan memerlukan mursyid yang masih hidup ?. Ya kalau begitu pakai akal-akal logika manusia yang biasa, pertama : kalau betul seseorang itu wali mursyid (ini dengan penglihatan kita orang bodoh) apa bukti otektiknya ?, ada tidak surat pelimpahan kemursyidan dari mursyid waliyullah sebelumnya ?. Karena kita orang bodoh kita perlu surat itu, bukti otektik. Kalau bukti tidak ada, barangkali ada bukti yang sifatnya ghaib. Bukti ghaib itu apa? macam-macam, bisa mimpi-mimpi segala macam, tapi itu pun bersifat subjektif dan bisa ngawur (misal : 40 orang mimpi bisa punya 40 mursyid yang berbeda-beda, sangat subjektif). Dalam penglihatan logika manusia saja, kalau betul dia seorang waliyullah yang ditunjuk sebagai mursyid,tidak ada surat, tidak ada bukti otektik, dia pasti punya kekuatan ghaib yang Allah berikan kepada dia. Apa kekuatan ghaibnya itu? Seorang wali mursyid ditugaskan oleh Allah menjadi mursyid, berati dia harus membimbing. Membimging jiwa, membimbing ruh murid-muridnya, pusatnya ruh adalah qolbu, maka seorang yang disebut wali mursyid punya kemampuan menerobos masuk kedalam ruh murid, menembus masuk kedalam qolbu, mencengkram dan menggenggam qolbu murid itu dan memberikan kekuatan, aliran kekuatan dzikrullah, memberikan kekuatan aliran rahmat dari allah dan qolbu murid itu menjadi tentram. Kita datang kepada dia, dia menerobos ruh kita tembus kedalam qolbu, dia genggam qolbu kita dan kita jadi tentram. Apalagi kalau dia dikatakan mendapat limpahan kemursyidan dari mursyid sebelumnya. Kalau dikatakan dia mendapat limpahan dari mursyid sebelumnya, maka murid dari mursyid sebelumnya (sebut saja murid-murid Abah Anom) semua qolbunya bisa dia genggam. Dan begitu digenggamnya semua murid Abah Anom langsung ikut dengan mengalir begitu saja, dengan tenang mengalir, tidak ada pertanyaan, tidak ada keraguan, tidak ada perdebatan, tidak ada kontroversi. Sebagaimana dulu dari Abah Sepuh ke Abah Anom. Begitu Abah Sepuh wafat dan memang Abah Anom menjadi wali mursyid berikutnya, selain ada surat bukti otentik juga memang kepada Abah Anom diberikan limpahan itu. Seakan-akan Abah Sepuh berkata, ”nih qolbu para muridku yang ku genggam ku serahkan kepadamu dan Abah Anom menerima qolbu-qolbu para murid Abah Sepuh dan mencengkramnya dengan tenang. Dan semua murid Abah Sepuh mengalir kepada Abah Anom, tenang tidak ada pertanyaan, tidak ada keraguan, tidak ada kontroversi, tidak ada perdebatan. Itu logika orang bodoh/awam, begitu saja. Kalau memang seseorang itu mursyid yang waliyullah, kalau memang tidak ditemukan adanya bukti maka kalau memang betul dia mendapat amanah dari Allah sebagai wali mursyid, kalau memang betul dia mendapat amanah dari wali mursyid sebelumnya, maka ia akan mengambil alih semua itu dan terjadi peralihan mengalir tenang, tidak ada keributan apapun. Nah, gampang itu saja.
Kalau itu tidak juga kita jumpai, bukti otentik tidak dapat, tafsir-tafsir, takwil-takwil subjektif bertebaran, tetapi semua orang kemudian menjadi kontroversi, berdebat, fitnah, sms saling mengancam, saling bergerilya, saling profokasi, apa ini ? Padahal Abah Anom pesan terakhirnya “wa’tasimu bihablillah”, padahal akhlak Nabi Muhammad saw dalam ayat : “walladzina ma’ahu muhammadurasulullah, walladzina ma’ahu asyidda-u ‘alal kuffar ruhama-u bainahum”, ruhama-u bainahum. Ketika tidak ada lagi “ruhama”, tidak ada lagi kerahiman, muncul perdebatan, permusuhan, fitnah dan segala macam, hati-hati, tahan diri. Itu bagi yang berpendapat dengan matinya Abah Anom tubuhnya, wafatnya ruh beliau, maka harus cari wali mursyid lainnya yang masih hidup. Kriterianya apa?, logika gampangnya itu saja, kalaupun tidak ada bukti otentik maka dia menerima pelimpahan dan punya kemampuan menggenggam semuanya dan semua murid mengalir kepada dia. Ingat kalau tidak, hati-hati!.
Tapi kawan ini tetap punya prinsip lain, tidak bisa tetap saya harus mencari mursyid yang lain. Kalau kamu masih mau cari mursyid yang lain akan ada persoalan keorganisasian, muncul persoalan keorganisasian. Apa persoalannya?
1. Abah Anom sudah menyiapkan wasiat tertulis supaya kita taat berkonsultasi kepada para Pengemban Amanah, itu sudah jelas, wasiat itu masih ada. Taat tidak kepada Abah Anom ? kalau taat, taatilah wasiat itu. Pengemban Amanah masih ada.
2. Para Wakil Talqin pun sudah bersepakat, taati Pengemban Amanah. Soal kemursyidan itu soal lain nanti, ini ijma para wakil talqin.
3. Keluarga baik keluarga Abah Sepuh dan keluarga Abah Anom pun bersikap yang sama
Karena itu juga pengurus Yayasan Serba Bakti punya sikap yang sama, taati saja dulu Pengemban Amanah.
Ini organisasi, TQN suryalaya beserta yayasannya, ini aturan organisasi. Kalau kamu tetap berprinsip saya mau cari mursyid lain, berarti kamu bertentangan dengan organisasi itu.
Ketika kamu mengatakan ada wali mursyid lain, apalagi kamu menambah dalam tawassul, kamu tambahkan orang itu, dalam rangkaian no 38, berarti kamu sudah tidak menaati wasiat, berarti kamu sudah tidak mengikuti ijma para wakil talqin, berarti kamu sudah tidak menaati pesan keluarga, berarti kamu sudah tidak taat kepada Yayasan Serba Bakti, berarti kamu sebenarnya sudah memisahkan diri dari TQN Suryalaya. Karena yang namanya organisasi itu ada koridornya, ada jalannya, ada batas pinggirnya. Ketika kamu keluar sama sekali dari batas pinggir itu berarti kamu memisahkan diri, terjadi firoq. Kalau kamu wakil talqin, kalau kamu mubaligh, begitu kamu memisahkan diri tidak selayaknya lagi kamu menyatakan diri "saya wakil talqin TQN Suryalaya", karena yang kamu lakukan sudah bertentangan dengan TQN Suryalaya, sudah bertentangan dengan wasiat Abah Anom, sudah bertentangan dengan ijma para wakil talqin yang kamu sendiripun ikut hadir waktu itu. Kalau kamu wakil talqin dan Mubaligh bicara seperti itu berarti kamu sudah memisahkan diri, apalagi kamu dalam tawassul menambah. Dengan menambah rangkain dalam tawassul itu kamu sudah mengubah ajaran, dan ada pesan Abah dulu dalam salah satu Maklumatnya “Siapa yang mengurangi atau menambah maka Abah tidak bertanggungjawab”. Bahaya kalau Abah Anom sudah tidak bertanggung jawab, nah berarti kamu sudah firoq. Ya.. tapi saya tetap mau punya wali mursyid yang baru, ya silahkan itu keyakinan kamu, saya tidak bisa mengubah keyakinan itu dan kita semua disuruh menghargai keyakinan orang lain, tidak usah ribut. Hanya dengan begitu caranya kamu sudah firoq, kamu sudah memisahkan diri. Kalau begitu kami bikin saja TQN .... (kan ada TQN Suryalaya, kan ada TQN Abdul Karim di Banten, kan ada TQN di Jombang, kan ada TQN di Mranggen) saya juga bisa dong, kami bikin saja TQN ...., silahkan hak azasi manusia untuk berbeda pendapat. Tapi kamu sudah memisahkan diri dari TQN Suryalaya dan kalau kamu sudah memisahkan diri, lalu kamu masuk ke tempat-tempat majelis-majelis manaqib TQN Suryalaya, kamu hadir ke majelis khataman TQN Suryalaya, kamu boleh ikut dzikir, kamu boleh ikut manaqib sebagai peserta. Tapi kamu terlibat sebagai petugas dan membaca tawassul dengan menambah, dengan demikian kamu telah mengubah ajaran, kamu merusak lingkungan TQN Suryalaya. Dan akibat merusak seperti itu akan muncul pertanyaan, akan muncul gugatan, akan muncul perdebatan, dan akhirnya bisa saling konflik, saling memaki, rusak silaturahim. Daripada rusak silaturahim kalaupun kamu mau berbeda, silahkan berbeda. Bikinlah TQN ... yang lain diluar Suryalaya, bikinlah Pengurus Yayasan sendiri, bikinlah Korwil sendiri, bikinlah Perwakilan sendiri, bikinlah majelis khataman sendiri, bikinlah majelis manaqib sendiri.
Apa kami ga boleh datang ke manaqib yang diselenggarakan oleh TQN Suryalaya ? boleh, karena itu manaqibnya manaqib Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani, boleh hadir kamu di mejelis manaqib yang kami selenggarakan dan kami pun boleh hadir di majelis manaqib yang kamu selenggarakan karena manaqibnya manaqib Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani. Yang tidak boleh ketika kamu hadir di majelis-majelis kami, kamu terlibat menjadi petugas dan menyampaikan ajaran yang kemudian sudah berubah, termasuk membaca tawassul yang sudah ditambah, itu tidak boleh. Sebab kalau itu terjadi, ini bukan persoalan fiqh (otomatis kita masuk ke rumah orang kita menyampaikan sesuatu yang dalam keluarga itu bukan itu yang mereka yakini) akan muncul pertanyaan bisa berkembang menjadi konflik, jadi rusak silaturahim. Jadi supaya tidak terjadi konflik bikin saja, silahkan. Kalau anda wakil talqin, anda mubaligh, berarti anda bukan lagi wakil talqin TQN Suryalaya, bukan lagi mubaligh TQN Suryalaya. Kalaupun anda hadir di majelis dzikir kami, majelis khataman kami, di majelis manaqib kami, hadir ya boleh, sama-sama dzikir, sama-sama manaqib memuliakan Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani, tapi kalau kalian ikut terlibat dan memimpin pembacaan tawassul, membaca tawassul yang sudah ditambah kamu sudah mengubah, sudah berbeda dengan kami, jangan dilakukan sebab nanti jadi rusak silaturahim. Juga kalau anda pengurus YSB, kalau anda berpendapat punya mursyid lain, maka sebenarnya (kalau saya TQN Suryalaya berpendapat : Wasiat Abah Anom taat pada Pengemban Amanah, Ijma Para Wakil Talqin ikuti para Pengemban Amanah, Surat Edaran dari Pengurus YSB Pusat ikuti Pengemban Amanah) tapi kemudian saya yang katanya pengurus Perwakilan, saya yang katanya Pengurus Korwil ternyata tidak mengikuti itu semua, maka etikanya/adab saya ya saya mundur dari pengurus Perwakilan, saya mundur dari Pengurus korwil, loh saya kan sudah punya keyakinan berbeda.(Maaf ya saya sekarang bukan lagi Pengurus korwil disini, saya bukan lagi pengurus perwakilan karena saya sudah bebeda, selesai). Silaturahim tetap terjaga. Tapi kalau kemudian masih mempertahankan posisi korwil, mempertahankan posisi perwakilan bahkan mencoba mengajak semua ikhwan TQN Suryalaya ikut kepada keyakinan dia, itu namanya pembajakan, itu namanya kudeta, itu namanya pembelokan, tidak boleh. Ini kan beda soal keyakinan, kami hargai keyakinan anda. Tapi ini aturan bermasyarakat, berorganisasi. Organisasi TQN Suryalaya berpegang pada wasiat Abah, Ijma Wakil Talqin, Surat Edaran, ya ikuti. Ketika kita berbeda tapi saya wakil, saya korwil, saya perwakilan, saya harus melepas jabatan itu tapi kalau masih saya paksakan dan saya akan ajak anak buah saya, saya akan ajak ikhwan untuk berpindah itu pembajakan, itu tidak boleh, itu kudeta. Etika manapun kamu lakukan, kamu tidak akan bisa membenarkan itu semua, semua orang yang paham organisasi akan katakan kamu pembajak, tidak boleh dilakukan. Apalagi kalau kita misalnya Mubaligh secara sengaja datang kedalam majelis-majelis TQN Suryalaya, masuk ke dalam majelis-majelis khataman, majelis manaqiban lalu kita menyebarkan faham yang lain dengan dalih bahwa kami harus mencari pengikut untuk guru kami yang baru, maka ke fihak lain itu disebut profokator (tapi dalam bahasa lain saya sebutkan : ya boleh saja berburu tapi ko berburu di kebun binatang, boleh saja memancing, mancinglah di laut bebas cari pengikut baru tapi janganlah mancing di akuarium tetangga jadi ribut nanti, ya ngomel tetangga). Hal-hal seperti ini insya allah tidak akan menimbulkan keributan berlarut-larut dan semua menjadi jelas. Wasiat Abah kita jalankan, Ijma Wakil Talqin kita ikuti, edaran yang ada dan pengurus yayasan pun sudah mencanangkan seperti itu. Kalau anda pengurus perwakilan, pengurus korwil, tinggalkan jabatan itu. Di Jakarta saya sudah tegas seperti itu (saya sebagai ketua korwil), kalau ada pengurus korwil, pengurus Perwakilan yang merasa tidak lagi sepaham dan ingin mencari jalan lain, silahkan. Berarti anda bukan lagi pengurus korwil, bukan lagi pengurus perwakilan. Silaturahim tetap kita jaga, kita ummat Nabi Muhammad Saw. dan jangan ada lagi saling acak mengacak, jangan ada lagi upaya kudeta sebab nanti munculnya jadi konflik selebihnya kita bisa jalan bareng-bareng, begitu saja. Demikian akhirnya kepada pengurus YSB dipusat, di korwil, di perwakilan, di pembantu perwakilan, para Pengemban manaqib/penyelenggara manaqib dengan semua aturan-aturan keterangan ini sudah jelas anda tinggal tegakkan aturan ini. jadi jangan ada lagi pura-pura tidak tahu, sungkan dan segala macam, semuanya sudah jelas. Karena itu suarakan dengan penuh kejelasan, bicara dengan bahasa yang langsung, terang dan jelas. Dengan cara itu tidak akan adalagi prasangka-prasangka, dan kepada yang mengambil jalan lain kita masih umat Nabi Muhammad Saw, insya allah kita masih sama-sama sebagai pengamal TQN, cuma kami TQN Suryalaya, anda TQN ...yang lain apalagi kita masih bertetangga. Kita terus damai masing-masing sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Barokallohu lii walakum. Semoga Allah Swt memberikan keberkahan untuk Saya dan Anda semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. (sumber http://www.suryalaya.org)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar