KHIDMAT ILMIAH MANAQIB BULAN RABIUL AWWAL 1434 H
Oleh : K.H. Wahfiudin, MBA
(Rabu, 11 Rabiul Awwal 1434 H / 23 Januari 2013 M)
Assalamu'alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.
Wabihii nasta’iinu ‘alaa umuuridunya waddin
Asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahuu laasyariikalah, wa asyhadu anna
muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh laa nabiyya ba’dah.
Hadirin
hamba Allah yang mulia umat Nabi Muhammad Saw yang berbahagia, khususnya
Keluarga Abah Sepuh dan Keluarga Abah Anom, Para Wakil Talqin, Para
Mubaligh, Para Pengurus Yayasan Serba Bakti dari Pusat sampai Perwakilan,
Para Pengurus Ibu-ibu Bella, Para Ustadz/Ustadzah, semua yang kami cintai
yang hadir di dalam masjid, di luar masjid maupun yang mendengar melalui
radio dan streaming internet.
Bahagia
sekali kita rasanya hari ini manaqib jatuh juga di bulan Rabiul Awal, kita
kenang Nabi Muhammad Saw. Beliau yang tubuhnya/basharnya terkubur di
kota Madinah , tetapi ruhnya masih bisa hadir di tengah-tengah kita.
Suatu hari Rasulullah Saw. nampak keluar rumah begitu ceria. Sahabat Nabi
bertanya, ada apa Ya Rasulullah pagi-pagi sudah begitu ceria ? Aku baru
saja kedatangan utusan Allah (maksudnya Jibril) yang berkata : “Ketika
seseorang bersolawat untukmu satu kali maka Allah akan bersholawat untuk
orang itu sepuluh kali”. Maka rasulullah begitu senang. Kita ini
umatnya tiap-tiap kita menunjukkan sikap hormat kepada Rasulullah dengan
mengucapkan “Allahumma sholli wa sallim ‘alaa sayidina Muhammad”
maka Allah pun akan bersolawat memuji kita, mengangkat derajat dan martabat
kita sepuluh kali lipatnya. Enak jadi umat Nabi Muhammad Saw.
Suatu
hari Rasulullah sudah sakit begitu payah bahkan untuk jalan ke masjid di
sebelah rumahnyapun Beliau tidak mampu lagi, Fatimah Putri Beliau dan
Sayidina Ali mendampingi. Terdengar suara pintu diketuk, Fatimah keluar
membuka pintu. Ada seseorang yang ingin berjumpa Rasul, tapi Fatimah
katakan : Ayahku sedang sakit payah bagaimana lain kesempatan saja dan
orang itu pun pergi, Fatimah menutup pintu. Fatimah kembali ke sisi
Rasul, dan Rasul bertanya : Wahai Fatimah siapa yang datang barusan
mengetuk pintu. Entahlah Ayah orang yang tidak pernah ku kenal, ia sangat
ingin berjumpa ayah. Nabi sudah tahu dan Nabi berkata : “Wahai Fatimah
sesungguhnya yang datang barusan adalah dia yang akan memisahkan manusia
dari kenikmatan hidup dunia ini, dialah Ijrail pencabut ruh”. Begitu
dikatakan dialah Ijrail pencabut ruh, Ijrail pun sudah hadir di sisi nabi
mengucapkan salam kepada Nabi, Nabi menjawab dan bertanya : dengan siapa
kau datang ? mana jibril yang biasanya sering datang menjumpai aku ? apakah
jibril sudah tidak suka lagi berjumpa lagi dengan aku? Ijrail berkata :
Jibril sedang berada di perbatasan langit bersama seluruh malaikat
menyiapkan penyambutan untukmu Ya Rasulullah.
Jadi Rasulullah Saw sudah akan dijemput oleh Ijrail dibawa menghadap
kehadirat Allah. Maka Rasul bertanya, kalau memang sudah saatnya aku akan
dibawa menghadap Allah apa jaminannya bahwa memang tugasku ini sudah
selesai ? Ijrail mengakatakan : “Untukmu Ya rasulullah sudah kulihat ada
kebun-kebun surga yang luas yang disiapkan sebagai balasan bagimu”,
tapi Nabi menjawab kalau surga untukku tidak aku risaukan, tidak aku
fikirkan. Aku dihadirkan ke muka bumi untuk menyelamatkan umat manusia, apa
jaminannya bahwa tugasku menyelamatkan ini sudah selesai ? apa jaminannya
bahwa umat ini akan selamat sehingga tugasku dianggap selesai ?. Aku harus
tanya dulu ke Allah, Ijrail menghadap Allah dan turun membawa jawaban. Aku
sudah dapat jawaban, engkau sudah akan ditarik dari peredaran di muka bumi,
engkau sudah akan dipanggil menghadap Allah, tugasmu dianggap selesai dan
jaminannya adalah setelah kiamat nanti tidak akan ada manusia yang masuk
surga kecuali seluruh umat Muhammad Saw. sudah masuk surga, tugasmu sudah
selesai. Siapapun orang yang mengikuti ajaranmu maka seluruh umat Muhammad
Saw akan masuk surga dan barulah umat nabi-nabi yang lain akan masuk surga.
Setelah mendapat jaminan seperti itu maka Rasulullah Saw berkata, kalau
begitu sekarang cabut ruhku dan Ijrailpun mencabut ruh Rasulullah Saw.
Fatimah melihat dan menceritakan saat ruh dicabut kaki Nabi bergetar,
Sayidina Ali melihat mulut Nabi bergetar seperti akan mengucapkan sesuatu,
maka aku mendekatkan telingaku ke mulut Nabi dan ternyata Nabi memang
menyampaikan pesan terakhir “iyyakum washolat” Jaga sholatmu 3x dan
juga orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabmu. "Ummati"
3x dan Nabi pun wafat.
Saudara-saudara
sekalian, Rasulullah Saw sebagai bashar, sebagai tubuh biologis,
sebagai manusia mati, badannya mati dan terkubur, tapi ruhnya dibawa
menghadap Allah. Tapi jangan lupa Rasulullah saw juga pernah berpesan “maa
min muslim yushollim ‘alaiya ila rodallohu ‘alayya ruuhi hatta rudda
‘alaihis salam“ (tidak lah seorang muslim mengucapkan salam kepada Allah
untuk ku kecuali saat itu juga Allah akan mengembalikan ruhku kemuka bumi
dan aku akan menjawab salam orang itu). Sahabat nabi agak bingung dan
bertanya, “waqod arimta” ruhmu nanti dikembalikan ke muka bumi, tapi
tubuhmu sudah hancur busuk dimakan bumi mau kembali kemana ? Nabi menjawab “innallooha
qod harroma ‘alal ard anta kulla asyadda anbiya” (sesunguhnya Allah telah
mengharamkan bumi untuk memakan tubuh para Nabi). Jadi Rasulullah Saw
yang menjadi jaminan kita bahwa dengan menjadi ummat Muhammad saw kita
semua akan masuk surga, setelah badan beliau mati pun ruh beliau masih bisa
hadir/dihadirkan kemuka bumi untuk menjawab salam orang-orang yang
mengucapkan salam kepadanya. Kitapun diajarkan oleh Beliau, ketika memasuki
pekuburan untuk mengucapkan salam “assalamu’alaikum yaa ahlad
yaarolmuslimin”. assalam = salam, ‘alaa=untuk, kum=kamu
“salam untukmu”, nabi tidak gunakan “him” “assalamu’alaihim” salam
untuk mereka. Kalau mereka entah dimana, tapi nabi memasuki pekuburan nabi
ucapkan “assalamu’alakum” salam untukmu. “maa min muslim yamurro
‘alaa qobri akhihi kaana ya’rifu fiddunya wa yushollim ‘alai illa
rodhollohu ‘alaihi ruhahu hatta yarudda ‘alaihissalam”, ketika seorang
muslim mendatangi kubur saudaranya lalu dia ucapkan salam maka Allah
mengembalikan ruh dari saudaranya itu dan itu ruh menjawab salam orang yang
ziarah kepada dia. Maka Nabi mendatagi kuburan mengajarkan kepada kita
assalamu’alaikum salam untukmu bukan assalamu’alaihim bukan salam unruk
mereka. Dan tiap-tiap kita mendatangi ziarah ke kubur Abah Sepuh, ke kubur
Abah Anom kita ucapkan salam, beliau-beliau itupun ruhnya dihadirkan dan
menjawab salam kita. Rasulullah kita ucapkan salam sholawat, ruh beliau
dihadirkan dan beliau akan menajawab salam kita.
Kita
tahu kisruhnya Jakarta pada saat reformasi tahun 1998, menjelang sidang
umum MPR tahun 1999 lebih gawat lagi karena berbagai kekuatan siluman sudah
siap-siap dengan berbagai pasukannya. Saat itu jam 2 pagi saya lari dengan
mobil ke Suryalaya tiba disini jam 7 pagi, jumpa dengan Abah. Abahpun
bertanya apa kabar jakarta, saya jelaskan situasi politik, situasi
keamanan,semua yang saya dapat dari berbagai jamaah, dari teman-teman para
perwira tinggi saya ceritakan, situasi betul-betul gawat. Abah waktu itu
air mukanya/wajahnya tenang saja tidak ada gusar, tidak ada rasa takut,
tidak ada rasa apa-apa, sampai-sampai saya berfikir Abah ngerti ga sih
situasi gawat kaya begini ?, jangan-jangan kan sudah terlalu tua ga ngerti
juga persoalan politik, sampai begitu saya.Tapi Abah tenang saja. Ya sudah,
ayo makan dulu. Diajak makan sambil makan berdampingan, lalu karena
penasaran tidak dapat juga arahan saya bertanya lalu apa yang harus kita
perbuat oleh para ikhwan TQN ini dalam situasi seperti ini. Abah dengan
tenang menjawab, masing-masing ada tugasnya kita orang dzikir ya dzikir
saja, tapi kan situasi gawat harus ada dong yang melakukan
pencegahan-pencegahan situasi menjadi lebih buruk ?, Abah bilang: kan ada Rijalul
ghoib. Apa itu rijalul ghoib?, Abah menjelaskan. Jadi memang
dalam kehidupan sehari-hari selain manusia-manusia fisik, manusia-manusia
ruhaniah yang kita lihat badannya ini ada hal-hal yang rohaniyah,
makhluk-makhluk rohaniayah.Bisa jadi itu paramalaikat, bisa jadi itu ruh
arwah para auliya allah, mereka pun bekerja. Jadi memang kita harus
membalik pemahaman kita karena selama ini kita menganggap kalau tubuh kita,
diri kita cuma badan, setelah mati badan ini busuk, hancur, musnah, maka
dengan kematian badan menjadi musnah, selesai. Ternyata tidak, yang mati
adalah badan,bashar, tubuh kita bisa jadi busuk, musnah tapi ruh
tidak dan khusus ruh para Nabi, ruh para Auliya Allah, ruh para Sholihin,
ruh mereka pun masih sering dihadirkan kemuka bumi untuk menjalankan tugas-tugas
sebagai rijalul ghoib. Situasi yang sudah begitu gawat menjelang
sidang umum MPR tahun 1999, Abah bilang ada rijalul ghaib, dan saya
kembali ke Jakarta. Saya menyaksikan di jalan-jalan situasi yang tadinya
begitu gawat, tiba-tiba seperti bara disiram oleh air, maka sidang umum MPR
tahun 1999 tidak ada hal yang berarti sama sekali. Saya terkagum-kagum
sekali dengan Abah, betul rupanya.
Jangan
dikatakan orang-orang yang berada dijalan Allah itu setelah badannya mati
maka dia mati, tidak berfungsi lagi, badan mati arwahnya masih efektif
berperan. Rasulullah saw sampai sekarang masih bisa menjadi wasilah bagi
kita, kita memohon kepada Allah melalui Rasulullah, Rasulullah membantu
menyampaikan permohonan itu kepada Allah. Bagitu pula arwah para Nabi,
arwah para Auliya Allah, arwah para Ulama, arwah para Sholihin, arwah para
Mujahidin, mereka masih sering dihadirkan ke muka bumi dan masih efektif.
Efektif itu artinya masih berguna, masih bisa mendatangkan manfaat dari
kerjanya. Bahwa kitapun harus terus bekerja, itu memang betul karena
masing-masing ada kerjanya.
Abah
Anom sudah wafat tahun 2011 tanggal 5 september Beliau mursyid kita, basharnya/tubuhnya
mati, kita antarkan, kita kuburkan, tapi ruh Beliau masih sering hadir.
Saya mau tanya, bapak/ibu hadirin sekalian, masih sering merasakan tidak,
kehadiran Abah Anom ? Masih sering merasakan tidak, asuhan pengayoman
Beliau ? Banyak ikhwan/akhwat cerita dalam situasi-situasi tertentu Abah
muncul, Abah memberikan bantuan keterlibatan dan segala macam. Maka beliau
Mursyid kita setelah basharnya mati, sesungguhnya Beliau masih
menjalankan perannya sebagai Mursyid. Memang beliau meninggalkan wasiat,
wasiatnya tertulis ditandatangani tahun 1998 yang dalam wasiat itu yang
kita kenal dengan Surat Pernyataan (Maklumat) : “Saya KH.
Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin sebagai guru mursyid TQN dan sebagai
sesepuh Pontren Suryalaya”, jadi ketika menuliskan itu beliau menggunakan 2
jabatan beliau sebagai Guru Mursyi dan sebagai Sesepuh Pesantren. Dengan
ini menyatakan dan menunjuk :
1. KH. Noor Anom Mubarok, BA
2. KH. Zaenal Abidin Anwar
3. H. Dudun Noorsaiduddin
Sebagai Pengelola Pesantren Suryalaya”. Jadi tiga orang itu disebut dalam
wasiat Abah Anom itu sebagai Pengelola Pesantren Suryalaya, tidak ada
kata-kata ketiga orang itu disebut sebagai Mursyid, tidak disebut oleh
abah. Maka ketiga orang itu bukan mursyid, tapi ada alinea berikutnya yang
menyatakan :”Maka dengan adanya Surat Pernyataan ini kepada seluruh
Pimpinan Lembaga termasuk para Mubaligh dan Wakil Talqin yang ada di
lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya, apabila ada masalah-masalah yang
berkaitan dengan kebijakan lembaga, fisik bangunan, pendidikan dan
pengajaran, dan pembinaan ikhwan TQN Pontren Suryalaya supaya berkonsultasi
dengan nama-nama tersebut”. Tiga orang itu memang bukan mursyid, tapi ada
pesan juga dari Abah Anom supaya berkonsultasi dalam soal-soal yang luas,
khususnya soal ke-TQN-an kepada tiga orang itu.
Jadi
kalau Abah mengeluarkan wasiat tertulis wajib kita taati, tiga orang itu
lalu disebut Pengemban Amanah, taati. Malam ke 40 hari setelah Abah Anom
wafat, para Wakil Talqin kumpul dan ketika dibacakan itu, semua Wakil
Talqin sepakat : Setelah Abah Anom wafat, maka kita taati tiga orang itu.
Yang waktu itu H. Dudun sudah wafat lebih dulu jadi tinggal dua orang. Dua
orang itu kita disepakati, kita sebut oleh para Wakil Talqin disebut
sebagai Pengemban Amanah, taati. Taat kepada beliau,apakah beliau dua orang
itu jadi mursyid ? bukan! Abah Anom tidak menyebut beliau sebagai mursyid,
tapi Abah Anom dalam wasiatnya pun berpesan supaya semua berkonsultasi
kepada dua orang itu. Jadi kita taat kepada Abah Anom, kita taat kepada
kedua orang itu. Ada juga sebagian orang berfikir, kalau Abah Anom tidak
menunjuk mursyid, lalu siapa mursyid ? Kenapa susah-sudah? Mursyid masih
tetap dipegang oleh Abah Anom. Kenapa Abah Anom, persoalan segini
penting, persoalan segini genting, Abah Anom tidak meninggalkan wasiat
tentang kemursyidan ?, padahal jelas-jelas ketika akan membuat Maklumat itu
dibagian atas beliau menuliskan saya KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin
selaku Guru Mursyid, selaku Sesepuh Pesantren menganggkat tiga orang ini
untuk memimpin pesantren, kenapa tidak angkat saja ketiga orang ini sebagai
mursyid ? beliau juga sudah mursyid ?. Yang jelas, pasti Abah Anom tahu
persis, urusan mursyid itu urusan Allah, urusan langit, maka Abah Anom pun
tidak mengangkat Mursyid. Kemursyidan itu urusan langit, tapi kepemimpinan
harus ada, maka Abah Anom tetapkan tiga orang itu sebagai Pengemban Amanah,
bukan mursyid. Lalu kalau begitu kita sepelekan? tidak juga karena ada
pesan di alinea kedua dari Abah Anom untuk urusan-urusan tentang Thareqat
konsultasi pada tiga orang itu. Tapi kan tiga orang itu sekarang tinggal
satu, bagaimana kalau habis semua?. Jangan tanya bagaimana-bagaimana, itu
urusan langit ? tunggu saja nanti, tapi yang jelas kan masih ada sekarang,
taati saja yang ada, amalkan saja. Kalau terlalu cepat terburu-buru offsite
(keluar jalur) kita. Wasiatnya ada jelas, disuruh konsultasi, taati. Ya
tapi kan kita memerlukan mursyid yang masih hidup? Saya mau tanya, siapa
sih yang hadir disini yang sudah merasa Abah Anom bukan mursyid lagi
sekarang ini ? sehingga merasa memerlukan mursyid lain?.Yang merasa Abah
Anom sudah bukan mursyid lagi saat ini, sehingga merasa perlu mencari
mursyid lain, tunjuk tangan. Yang sudah menganggap Abah Anom dengan matinya
tubuh beliau dengan ruhnya dibawa ke alam barzah, maka Abah Anom dianggap
tidak bisa lagi membimbing kita selaku murid, siapa yang menganggap seperti
itu? Hati-hati!. Ketika Beliau masih berperan sebagai mursyid karena beliau
belum/tidak turunkan perintah, tidak delegasikan kemursyidan itu, tapi kita
mengatakan beliau sudah tidak efektif lagi, beliau sudah tidak bisa
memainkan peran sebagai mursyid lagi. Ketika ada keyakinan seperti itu pada
diri kita, itu sama juga kita sudah menggunting/memutuskan robithoh
kita kepada beliau. Ada saja keyakinan seperti itu, oh... kita perlu
mursyid yang masih hidup, kenapa? karena Abah Anom sudah mati, Abah Anom
sudah wafat, kalau sampai muncul keyakinan seperti itu, kita sudah
menggunting/memutuskan robithoh kita kepada beliau. Karena itu, ayo cari!,
silahkan cari. Cari kalau dapat, belum tentu dapat yang ada sudah
diputuskan, masya allah!. Yang pasti dibuang, yang pasti digunting, yang
sudah pasti diputus, mencari yang masih penuh kontroversi, apa ga bodoh
kita seperti itu?. Memang ada berkembang seperti itu, pokoknya karena Abah
Anom sudah mati, sudah wafat, kita harus cari mursyid yang masih hidup.
Oh... berarti kau menganggap Abah Anom sudah tidak bermain lagi ya? Sudah
tidak bisa berperan lagi ? dianggap sudah mati ?. Yang mati itu badannya/basharnya,
ruh masih main, masih efektif. Apa sudah tidak kamu rasakan itu, sehingga
sekarang kamu tinggalkan, kamu mencari yang lain padalah yang lain pun dari
mana kamu tahu itu memang wali mursyid, dari mana kamu tahu yang lain itu
memang mursyid yang legitimate, yang ottentik, yang sah,belum tentu.
Sementara yang masih pasti sudah kamu putus, sudah kamu gunting.
Hati-hati!.
Saudara-saudara
sekalian, tetapi namanya juga keyakinan orang. Bagaimana kita bisa nyetel
keyakinan orang. Kalau kita coba nyetel keyakinan orang, kita tidak
sanggup. Sebagian memang mengutip kitab ini, kitab itu, bahwa kalau mursyid
sudah wafat kita harus mencari mursyid yang masih hidup, ya kitab kan juga
pendapat orang kan ? artinya masih berpendapat begitu segala macam, oke itu
keyakinan. Silahkan, silahkan.
Pak! Saya tetap berkeyakinan, setelah mursyid kita mati badannya, wafat
ruhnya, maka saya harus mencari mursyid lain yang masih hidup, itu
keyakinan saya, prinsip tidak bisa diubah. Yaa.. kalau sudah keyakinanmu
begitu saya juga tidak bisa ikut campur. Tapi saya masih ingin bertanya,
kalaupun kita harus mencari mursyid lain, musyrid yang waliyullah bukan
mursyid sekedar mursyid-mursyid-an atau meskipun namanya mursyidi, jadi
mursyid yang waliyalloh itu yang dicari. Kalaupun harus cari, kira-kira
bagaimana nyarinya ?. Saya bilang “laa ya’riful wali illal wali”
(bagaimana kita tahu seseorang itu mursyid yang wali kalau kita sendiri
bukan wali. Hanya wali yang bisa tahu wali), tapi kita kan memerlukan
mursyid yang masih hidup ?. Ya kalau begitu pakai akal-akal logika manusia
yang biasa, pertama : kalau betul seseorang itu wali mursyid (ini dengan
penglihatan kita orang bodoh) apa bukti otektiknya ?, ada tidak surat
pelimpahan kemursyidan dari mursyid waliyullah sebelumnya ?. Karena kita
orang bodoh kita perlu surat itu, bukti otektik. Kalau bukti tidak ada,
barangkali ada bukti yang sifatnya ghaib. Bukti ghaib itu apa? macam-macam,
bisa mimpi-mimpi segala macam, tapi itu pun bersifat subjektif dan bisa
ngawur (misal : 40 orang mimpi bisa punya 40 mursyid yang berbeda-beda,
sangat subjektif). Dalam penglihatan logika manusia saja, kalau betul dia
seorang waliyullah yang ditunjuk sebagai mursyid,tidak ada surat, tidak ada
bukti otektik, dia pasti punya kekuatan ghaib yang Allah berikan kepada
dia. Apa kekuatan ghaibnya itu? Seorang wali mursyid ditugaskan oleh
Allah menjadi mursyid, berati dia harus membimbing. Membimging jiwa,
membimbing ruh murid-muridnya, pusatnya ruh adalah qolbu, maka seorang yang
disebut wali mursyid punya kemampuan menerobos masuk kedalam ruh murid,
menembus masuk kedalam qolbu, mencengkram dan menggenggam qolbu murid itu
dan memberikan kekuatan, aliran kekuatan dzikrullah, memberikan kekuatan
aliran rahmat dari allah dan qolbu murid itu menjadi tentram. Kita
datang kepada dia, dia menerobos ruh kita tembus kedalam qolbu, dia genggam
qolbu kita dan kita jadi tentram. Apalagi kalau dia dikatakan mendapat
limpahan kemursyidan dari mursyid sebelumnya. Kalau dikatakan dia mendapat
limpahan dari mursyid sebelumnya, maka murid dari mursyid sebelumnya (sebut
saja murid-murid Abah Anom) semua qolbunya bisa dia genggam. Dan begitu
digenggamnya semua murid Abah Anom langsung ikut dengan mengalir begitu
saja, dengan tenang mengalir, tidak ada pertanyaan, tidak ada keraguan,
tidak ada perdebatan, tidak ada kontroversi. Sebagaimana dulu dari Abah
Sepuh ke Abah Anom. Begitu Abah Sepuh wafat dan memang Abah Anom menjadi
wali mursyid berikutnya, selain ada surat bukti otentik juga memang kepada
Abah Anom diberikan limpahan itu. Seakan-akan Abah Sepuh berkata, ”nih
qolbu para muridku yang ku genggam ku serahkan kepadamu dan Abah Anom
menerima qolbu-qolbu para murid Abah Sepuh dan mencengkramnya dengan
tenang. Dan semua murid Abah Sepuh mengalir kepada Abah Anom, tenang tidak
ada pertanyaan, tidak ada keraguan, tidak ada kontroversi, tidak ada
perdebatan. Itu logika orang bodoh/awam, begitu saja. Kalau memang
seseorang itu mursyid yang waliyullah, kalau memang tidak ditemukan adanya
bukti maka kalau memang betul dia mendapat amanah dari Allah sebagai wali
mursyid, kalau memang betul dia mendapat amanah dari wali mursyid
sebelumnya, maka ia akan mengambil alih semua itu dan terjadi peralihan
mengalir tenang, tidak ada keributan apapun. Nah, gampang itu saja.
Kalau
itu tidak juga kita jumpai, bukti otentik tidak dapat, tafsir-tafsir,
takwil-takwil subjektif bertebaran, tetapi semua orang kemudian menjadi
kontroversi, berdebat, fitnah, sms saling mengancam, saling bergerilya,
saling profokasi, apa ini ? Padahal Abah Anom pesan terakhirnya “wa’tasimu
bihablillah”, padahal akhlak Nabi Muhammad saw dalam ayat : “walladzina
ma’ahu muhammadurasulullah, walladzina ma’ahu asyidda-u ‘alal kuffar
ruhama-u bainahum”, ruhama-u bainahum. Ketika tidak ada lagi “ruhama”,
tidak ada lagi kerahiman, muncul perdebatan, permusuhan, fitnah dan segala
macam, hati-hati, tahan diri. Itu bagi yang berpendapat dengan matinya Abah
Anom tubuhnya, wafatnya ruh beliau, maka harus cari wali mursyid lainnya
yang masih hidup. Kriterianya apa?, logika gampangnya itu saja, kalaupun
tidak ada bukti otentik maka dia menerima pelimpahan dan punya kemampuan
menggenggam semuanya dan semua murid mengalir kepada dia. Ingat kalau
tidak, hati-hati!.
Tapi
kawan ini tetap punya prinsip lain, tidak bisa tetap saya harus mencari
mursyid yang lain. Kalau kamu masih mau cari mursyid yang lain akan ada
persoalan keorganisasian, muncul persoalan keorganisasian. Apa
persoalannya?
1. Abah Anom sudah menyiapkan wasiat tertulis supaya kita taat
berkonsultasi kepada para Pengemban Amanah, itu sudah jelas, wasiat itu
masih ada. Taat tidak kepada Abah Anom ? kalau taat, taatilah wasiat itu.
Pengemban Amanah masih ada.
2. Para Wakil Talqin pun sudah bersepakat, taati Pengemban Amanah. Soal
kemursyidan itu soal lain nanti, ini ijma para wakil talqin.
3. Keluarga baik keluarga Abah Sepuh dan keluarga Abah Anom pun bersikap
yang sama
Karena itu juga pengurus Yayasan Serba Bakti punya sikap yang sama, taati
saja dulu Pengemban Amanah.
Ini
organisasi, TQN suryalaya beserta yayasannya, ini aturan organisasi. Kalau
kamu tetap berprinsip saya mau cari mursyid lain, berarti kamu bertentangan
dengan organisasi itu.
Ketika kamu mengatakan ada wali mursyid lain, apalagi kamu menambah dalam
tawassul, kamu tambahkan orang itu, dalam rangkaian no 38, berarti kamu
sudah tidak menaati wasiat, berarti kamu sudah tidak mengikuti ijma para
wakil talqin, berarti kamu sudah tidak menaati pesan keluarga, berarti kamu
sudah tidak taat kepada Yayasan Serba Bakti, berarti kamu sebenarnya sudah
memisahkan diri dari TQN Suryalaya. Karena yang namanya organisasi itu ada
koridornya, ada jalannya, ada batas pinggirnya. Ketika kamu keluar sama
sekali dari batas pinggir itu berarti kamu memisahkan diri, terjadi firoq.
Kalau kamu wakil talqin, kalau kamu mubaligh, begitu kamu memisahkan diri
tidak selayaknya lagi kamu menyatakan diri "saya wakil talqin TQN
Suryalaya", karena yang kamu lakukan sudah bertentangan dengan TQN Suryalaya,
sudah bertentangan dengan wasiat Abah Anom, sudah bertentangan dengan ijma
para wakil talqin yang kamu sendiripun ikut hadir waktu itu. Kalau kamu
wakil talqin dan Mubaligh bicara seperti itu berarti kamu sudah memisahkan
diri, apalagi kamu dalam tawassul menambah. Dengan menambah rangkain dalam
tawassul itu kamu sudah mengubah ajaran, dan ada pesan Abah dulu dalam
salah satu Maklumatnya “Siapa yang mengurangi atau menambah maka Abah
tidak bertanggungjawab”. Bahaya kalau Abah Anom sudah tidak bertanggung
jawab, nah berarti kamu sudah firoq. Ya.. tapi saya tetap mau punya
wali mursyid yang baru, ya silahkan itu keyakinan kamu, saya tidak bisa
mengubah keyakinan itu dan kita semua disuruh menghargai keyakinan orang
lain, tidak usah ribut. Hanya dengan begitu caranya kamu sudah firoq,
kamu sudah memisahkan diri. Kalau begitu kami bikin saja TQN .... (kan ada
TQN Suryalaya, kan ada TQN Abdul Karim di Banten, kan ada TQN di Jombang,
kan ada TQN di Mranggen) saya juga bisa dong, kami bikin saja TQN ....,
silahkan hak azasi manusia untuk berbeda pendapat. Tapi kamu sudah
memisahkan diri dari TQN Suryalaya dan kalau kamu sudah memisahkan diri,
lalu kamu masuk ke tempat-tempat majelis-majelis manaqib TQN Suryalaya,
kamu hadir ke majelis khataman TQN Suryalaya, kamu boleh ikut dzikir, kamu
boleh ikut manaqib sebagai peserta. Tapi kamu terlibat sebagai petugas dan
membaca tawassul dengan menambah, dengan demikian kamu telah mengubah
ajaran, kamu merusak lingkungan TQN Suryalaya. Dan akibat merusak seperti
itu akan muncul pertanyaan, akan muncul gugatan, akan muncul perdebatan,
dan akhirnya bisa saling konflik, saling memaki, rusak silaturahim.
Daripada rusak silaturahim kalaupun kamu mau berbeda, silahkan berbeda.
Bikinlah TQN ... yang lain diluar Suryalaya, bikinlah Pengurus Yayasan
sendiri, bikinlah Korwil sendiri, bikinlah Perwakilan sendiri, bikinlah
majelis khataman sendiri, bikinlah majelis manaqib sendiri.
Apa kami ga boleh datang ke manaqib yang diselenggarakan oleh TQN Suryalaya
? boleh, karena itu manaqibnya manaqib Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani,
boleh hadir kamu di mejelis manaqib yang kami selenggarakan dan kami pun
boleh hadir di majelis manaqib yang kamu selenggarakan karena manaqibnya
manaqib Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani. Yang tidak boleh ketika
kamu hadir di majelis-majelis kami, kamu terlibat menjadi petugas dan
menyampaikan ajaran yang kemudian sudah berubah, termasuk membaca tawassul
yang sudah ditambah, itu tidak boleh. Sebab kalau itu terjadi, ini bukan
persoalan fiqh (otomatis kita masuk ke rumah orang kita menyampaikan
sesuatu yang dalam keluarga itu bukan itu yang mereka yakini) akan muncul
pertanyaan bisa berkembang menjadi konflik, jadi rusak silaturahim. Jadi
supaya tidak terjadi konflik bikin saja, silahkan. Kalau anda wakil talqin,
anda mubaligh, berarti anda bukan lagi wakil talqin TQN Suryalaya, bukan
lagi mubaligh TQN Suryalaya. Kalaupun anda hadir di majelis dzikir kami,
majelis khataman kami, di majelis manaqib kami, hadir ya boleh, sama-sama
dzikir, sama-sama manaqib memuliakan Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani,
tapi kalau kalian ikut terlibat dan memimpin pembacaan tawassul, membaca
tawassul yang sudah ditambah kamu sudah mengubah, sudah berbeda dengan
kami, jangan dilakukan sebab nanti jadi rusak silaturahim. Juga kalau anda
pengurus YSB, kalau anda berpendapat punya mursyid lain, maka sebenarnya
(kalau saya TQN Suryalaya berpendapat : Wasiat Abah Anom taat pada
Pengemban Amanah, Ijma Para Wakil Talqin ikuti para Pengemban Amanah, Surat
Edaran dari Pengurus YSB Pusat ikuti Pengemban Amanah) tapi kemudian saya
yang katanya pengurus Perwakilan, saya yang katanya Pengurus Korwil
ternyata tidak mengikuti itu semua, maka etikanya/adab saya ya saya mundur
dari pengurus Perwakilan, saya mundur dari Pengurus korwil, loh saya kan sudah
punya keyakinan berbeda.(Maaf ya saya sekarang bukan lagi Pengurus korwil
disini, saya bukan lagi pengurus perwakilan karena saya sudah bebeda,
selesai). Silaturahim tetap terjaga. Tapi kalau kemudian masih
mempertahankan posisi korwil, mempertahankan posisi perwakilan bahkan
mencoba mengajak semua ikhwan TQN Suryalaya ikut kepada keyakinan dia, itu
namanya pembajakan, itu namanya kudeta, itu namanya pembelokan, tidak
boleh. Ini kan beda soal keyakinan, kami hargai keyakinan anda. Tapi ini
aturan bermasyarakat, berorganisasi. Organisasi TQN Suryalaya berpegang
pada wasiat Abah, Ijma Wakil Talqin, Surat Edaran, ya ikuti. Ketika kita
berbeda tapi saya wakil, saya korwil, saya perwakilan, saya harus melepas
jabatan itu tapi kalau masih saya paksakan dan saya akan ajak anak buah
saya, saya akan ajak ikhwan untuk berpindah itu pembajakan, itu tidak
boleh, itu kudeta. Etika manapun kamu lakukan, kamu tidak akan bisa
membenarkan itu semua, semua orang yang paham organisasi akan katakan kamu
pembajak, tidak boleh dilakukan. Apalagi kalau kita misalnya Mubaligh
secara sengaja datang kedalam majelis-majelis TQN Suryalaya, masuk ke dalam
majelis-majelis khataman, majelis manaqiban lalu kita menyebarkan faham
yang lain dengan dalih bahwa kami harus mencari pengikut untuk guru kami
yang baru, maka ke fihak lain itu disebut profokator (tapi dalam
bahasa lain saya sebutkan : ya boleh saja berburu tapi ko berburu di kebun
binatang, boleh saja memancing, mancinglah di laut bebas cari pengikut baru
tapi janganlah mancing di akuarium tetangga jadi ribut nanti, ya ngomel
tetangga). Hal-hal seperti ini insya allah tidak akan menimbulkan keributan
berlarut-larut dan semua menjadi jelas. Wasiat Abah kita jalankan, Ijma
Wakil Talqin kita ikuti, edaran yang ada dan pengurus yayasan pun sudah
mencanangkan seperti itu. Kalau anda pengurus perwakilan, pengurus korwil,
tinggalkan jabatan itu. Di Jakarta saya sudah tegas seperti itu (saya
sebagai ketua korwil), kalau ada pengurus korwil, pengurus Perwakilan yang
merasa tidak lagi sepaham dan ingin mencari jalan lain, silahkan. Berarti
anda bukan lagi pengurus korwil, bukan lagi pengurus perwakilan.
Silaturahim tetap kita jaga, kita ummat Nabi Muhammad Saw. dan jangan ada
lagi saling acak mengacak, jangan ada lagi upaya kudeta sebab nanti munculnya
jadi konflik selebihnya kita bisa jalan bareng-bareng, begitu saja.
Demikian akhirnya kepada pengurus YSB dipusat, di korwil, di perwakilan, di
pembantu perwakilan, para Pengemban manaqib/penyelenggara manaqib dengan
semua aturan-aturan keterangan ini sudah jelas anda tinggal tegakkan aturan
ini. jadi jangan ada lagi pura-pura tidak tahu, sungkan dan segala macam,
semuanya sudah jelas. Karena itu suarakan dengan penuh kejelasan, bicara
dengan bahasa yang langsung, terang dan jelas. Dengan cara itu tidak akan
adalagi prasangka-prasangka, dan kepada yang mengambil jalan lain kita
masih umat Nabi Muhammad Saw, insya allah kita masih sama-sama sebagai
pengamal TQN, cuma kami TQN Suryalaya, anda TQN ...yang lain apalagi kita
masih bertetangga. Kita terus damai masing-masing sama-sama mendekatkan
diri kepada Allah Swt.
Barokallohu
lii walakum.
Semoga Allah Swt memberikan keberkahan untuk Saya dan Anda semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. (sumber http://www.suryalaya.org)
|